 |
Ketua STTE: Pdt. Dr. Marlon Butarbutar |
Pada
waktu Yesus melihat keaadan di Yerusalam khususnya di bait suci, Dia sangat
terkejut karena kegiatan itu sangat jauh
dari fungsi yang Dia harapkan. Seharusnya para imam yang bekerja di Bait suci
menolong orang-orang yang datang beribadah, yakni mereka yang datang dari
sekitar Yerusalem, maupun dari luar. Jarak tempuh yang jauh menjadikan fungsi
para Imam dan Bait suci menjadi sangat penting, di Bait suci itu mereka
menumukan kesegaran, menemukan kepastian akan kerinduan terhadap Allahnya, menemukan
keyakinan bahwa Allah tetap ada. Yang terjadi justru sebaliknya, mereka yang
hadir menjadi santapan dan kesempatan bagi para pedagang yang tentunya
bekerjasama dengan para imam, mereka menjadikan peserta ibadah konsumen
penghasil keuntungan. Melihat situasi itu, Yesus mempertotonkan pada semua
orang di sana ketidaksetujuannya dengan semua aktivitas, di sekitar bait Allah
yang dimotori oleh faktor ekonomi. Yesus melihat bahwa fungsi bait Allah telah
berubah menjadi fungsi bisnis yang memperkaya, para imam dan pelaku bisnis di
sekitar bait Allah.
Disorientasi
fungsi ini membuatnya marah, mencambuk dan menunggang balikkan semua properti
bisnis. Bahkan Dia mengusir orang-orang dari bait Allah. Wajar memang jika
muncul pertanyaan dari orang-orang pada saat itu. “Siapa Dia dan kuasa serta
hak apa yang dimilkinya serta berani mengeksekusi semua pelaku eknomi di
sekitar bait Allah?”. Dan bagaimana mungkin Dia mampu memiliki kuasa untuk
mengusir orang-orang di sana, sementara Alkitab tidak mencatat bahwa
orang-orang itu mengadakan perlawanan ataupun protes dalam bentuk fisik.
Orang-orang itu hanyalah mampu lari dan berusaha menyelamatkan sebagian
barang-barang yang mereka miliki. Tentulah mereka sulit memahami bahwa Yesuslah
pemilik Bait Allah. Sesungguhnya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar